Menawar Kambing Kurban

by Jefri

Beberapa hari lalu teman saya di milis mengirim satu cerita tentang ini:
Ada eksekutif muda yang ingin membeli kambing kategori SUPER untuk kurban seharga 2 juta, tapi masih ngotot untuk menawarnya 1.5 juta lalu 1.75 juta. Tapi penjual bersikeras tidak menurunkan harga. Hingga kemudian seorang bapak pensiunan pegawai negeri turun dari sepeda bututnya dan berkata “Biar saya saja yang beli. Saya mau kurban kambing terbaik tahun ini. Kebetulan duitnya ada nih..” Nah, si eksekutif muda pun malu, karena untuk kurban pun, dia masih tawar-menawar harga kambing.

Dari alur ceritanya, ada kesan cara si Bapak-lah yang benar.

Menurut saya kok tidak.

Si Bapak, lebih kurang, telah bertindak zalim terhadap fakir miskin.

Kenapa saya berpikir begitu?
Pertama, kalau dia sudah meniatkan untuk menghabiskan 2 juta rupiah untuk berkurban, sesungguhnya uang itu sudah bukan miliknya lagi. Tapi milik puluhan fakir miskin yang akan menerima daging kurban pada saat Idul Adha. Jadi saat menemui pedagang kambing, ia sesungguhnya tengah menjalankan amanah: “Dengan uang yang ada, belilah daging kambing yang sebanyak-banyaknya untuk kami”.

Kedua, dengan dia menawar untuk mendapatkan harga terbaik, masih ada sisa uang untuk disedekahkan.

Kalau anda menjadi Bapak tersebut, tetapkah anda malas menawar? �